Bertandang ke ibukota K-Pop, Seoul, Korea Selatan sangat menarik bagi siapa saja. Warga yang santun serta tata kota yang rapih membuat wisatawan betah. Terlebih, masakan Korea tak jauh beda dengan masakan Asia lainnya.
Berikut beberapa catatan menarik saat Wisben menyambangi kota tersebut pekan lalu. Siapa tahu informasi ini berguna saat hendak traveling ke Negeri Ginseng itu:
1. Tertib lalu lintas
Warga Seoul boleh dipuji untuk disiplin dan sopan-santun di jalan. Di Seoul, tidak ada pembatas median jalan berupa separator beton ataupun taman kecil. Di Seoul, separator hanya dibuat dengan garis kuning tidak terputus.
Meski hanya garis dan bukannya separator beton, jangan harap melihat pengendara di Seoul berani melintasi garis kuning di tengah jalan. Bahkan untuk putar balik, mereka bersabar menunggu garis
kuning selesai dan ada tanda putar balik.
Demikian juga untuk masalah antrean taksi ataupun kendaraan umum seperti bus. Tidak ada pagar khusus atau besi untuk menunjukan antrean. Pun demikian, budaya antre tetap terlihat meski mereka
terburu-buru dan hari sudah gelap.
2. Tingkat kejahatan minim
Menurut warga Indonesia yang telah lama tinggal di Seoul, tingkat kejahatan jalanan seperti copet dan jambret sangat rendah. Bahkan di tempat seramai pusat wisata belanja Myeongdong, nyaris tidak ada copet yang mengintai dompet Anda. Sepeda motor pun di parkir di pinggir jalan tanpa dikunci setang tanpa khawatir dicuri maling.
Polisi tidak banyak terlihat di jalanan untuk memastikan situasi jalanan aman dari kejahatan. Pengamanan dilakukan oleh kamera pengintai CCTV yang terpasang di setiap sudut jalan. Di setiap pos polisi hanya terlihat sebuah mobil patroli dan motor.
3. Bahasa dan huruf Korea dihormati
Meski Kota Seoul sangat metropolis dan bernuansa global, warga setempat sangat menjunjung tinggi bahasa dan huruf lokal. Hampir seluruh marka dan petunjuk jalan menggunakan huruf Korea. Kalaupun ada yang menggunakan huruf latin, biasanya untuk merek dagang dan petunjuk jalan bagi turis.
Warga setempat juga tidak terbiasa menggunakan bahasa asing ataupun istilah-istilah dalam bahasa Inggris. Saat menyapa, warga setempat masih menggunakan sapaan khas mereka 'Annyeong Haseyo' yang berarti 'Apa kabar'. Ungkapan tersebut juga bisa diartikan sapaan yang sangat universal dan dapat berarti 'selamat pagi', 'selamat siang', 'selamat sore', atau 'selamat malam'.
Bagi wisatawan asing yang hanya dapat berbahasa Inggris, jangan khawatir. Di setiap sudut jalan di Seoul terdapat gerai tourist information. Di situ terdapat petugas yang dapat berbahasa Inggris untuk menunjukan arah bila Anda tersesat. Tourist informastion juga menyediakan leaflet ataupun brosur dengan huruf latin dan berbahasa Inggris.
4. Cinta produk lokal
Banyak alasan untuk warga Korsel menggunakan barang buatan dalam negeri dan mencintai produk nasional mereka. Untuk urusan gadget, produk asing seperti Blackberry ataupun iPhone sulit terlihat digunakan oleh warga Seoul. Warga Seoul hampir semua menggunakan produk lokal seperti Samsung ataupun LG. Demikian juga piranti rumah tangga ataupun kelengkapan lainnya.
Sementara di jalanan kota Seoul, mobil didominasi oleh Hyundai. Nyaris tidak ada mobil pabrikan Jepang. Kalaupun ada mobil dari luar negeri, warga Seoul lebih memilih buatan Eropa seperti Mercy, Jeep atapun Porche. Dengan catatan, jumlahnya pun sangat sedikit.
5. Macet
Di Ibukota Korsel ini, kemacetan juga dijumpai. Terutama pada akses dari luar Seoul menuju dalam kota Seoul. Sementara di dalam kota Seoul, akan terjadi kepadatan lalu-lintas pada jam sibuk pada titik-titik tertentu.
Menurut warga lokal, pada tahun 2035 Seoul tidak akan lagi menjadi ibukota Korsel karena beban kota sudah semakin banyak. Ibukota Korsel akan digeser ke kota terdekat dari Seoul.
Saat ini, hampir seluruh beban transportasi ditopang oleh kereta api bawah tanah dan tranportasi massal. Sementara untuk kendaraan pribadi hanya bisa dinikmati oleh orang kaya ataupun mobil kantor.
6. Pedagang kaki lima
Pengaturan PKL sangat tertib. PKL juga diberikan akses berdagang di tempat strategis seperti di Myeongdong dan Junggu. Di pusat wisata belanja Myeongdong, PKL akan berdagang di tengah jalan di antara gerai toko yang menyediakan barang bermerek. Sementara di Junggu, PKL yang menjual bumbu dapur sekalipun ditempatkan di pedestrian yang luas, di antara gedung-gedung perkantoran internasional.
Sebagai catatan, pedestrian dibuat sangat lebar dan nyaman untuk pejalan kaki. PKL tidak terlihat sembarangan untuk berjualan.
Para PKL dan para pedagang pada umumnya di kota Seoul bisa dibilang pasif. Mereka tidak terdengar berteriak di tengah jalan untuk menjajakan barang. Tawar menawar pun hanya sedikit dilakukan meski
di pasar tradisional sekalipun. Alhasil, suasananya bisa dibilang lebih lengang untuk dibilang pasar tradisional.
7. Iklim yang nyaman
Iklim sub tropis yang mendukung membuat toko tidak memerlukan kanopi seperti di Indonesia pada umumnya. Karena tidak ada kanopi, tampilan dan displai toko tampil lebih menawan dan fotojenik. Selain itu, area parkir dibuat di bawah tanah. Sehingga meski populasi mobil banyak, nyaris tidak terlihat mobil terparkir di depan ruko seenaknya.
8. Minuman khas 'Soju'
Di hampir seluruh restoran maupun tempat makan, akan disajikan 'Soju' sebagai minuman pembuka. Minuman ini semacam minuman berfermentasi seperti sake ataupun arak. Minuman ini sangat populer di Seoul. Soju menjadi minuman persahabatan saat makan bersama di restoran.
Oh iya, warga Seoul juga tidak terlalu suka makanan dan minuman yang manis. Menurut warga lokal, kalau disajikan minuman dengan rasa manis, lidah akan menolak dan perut mual. Kebiasaaan itu tumbuh di hampir seluruh warga saat memasuki usia dewasa, meski masa kecilnya menyukai rasa manis.
Sumber
Lihat yg lebih 'menarik' di sini !
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar