The Real Adventure to Batu Layar Pegadungan (Lampung)

Bookmark and Share

Suatu petang di batu layar pantai Pegadungan
Sore yang damai benar-benar saya rasakan ketika berada di salah satu sudut keindahan propinsi Lampung. Batu Layar pantai pegadungan orang biasa menyebutnya. Deretan bebatuan karang terjal yang terbentuk oleh hempasan ombak yang mungkin sudah ribuan tahun, membentuk deretan gugusan yang menyerupai selembar layar jika di amati, makanya masyarakat setempat menamakannya batu layar.
“Jadi berangkat ke Pegadung Lang” pesan singkat yang muncul di ponsel saya ketika sedang asik menikmati makan siang di komplek Markas Angkatan Laut di daerah Piabung.
“Jadi kang, ini lagi istirahat makan siang” jawab saya sambil mengunyah menu makan siang dengan lauk hidangan laut yang lezat.
Setelah malam sebelumnya menikmati damainya pulau Kelagian, pagi ini saya harus melanjutkan perjalanan menuju salah satu spot keindahan yang masih tersembunyi di Lampung. Batu Layar di pantai Pegadungan. 

Menu makan siang
Tak selang berapa lama dari jawaban pesan singkat itu ternyata ada notifikasi bahwa mas Budi jadi berangkat menemani saya menuju ke pantai Pegadungan. Setelah makan siang sambil istirahat sejenak di pinggir jalan saya menunggu kedatangan mas Budi yang malam sebelumnya masih tentatif untuk pergi karena ada kepentingan keluarga.

Akhirnya yang di tunggu datang, mas Budi dengan kostum petualang lengkap datang menghampiri dan saya pun bergegas kembali ke motor untuk melanjutkan perjalanan.

Rute yang kami tempuh adalah rute bawah yakni melewati gerbang Teluk Kiluan. Jalanan rusak masih jadi kendala utama melewati daerah ini, meski sebagian sudah teraspal dengan baik, namun masih banyak jalanan yang rusak sehingga motor matic saya harus berjuang keras untuk memutarkan roda nya di jalanan itu.

Berhenti sejenak di sebuah kampung untuk mengisi bahan bakar dan berbelanja bahan makanan, karena menurut rencana saya akan bermalan di rumah pak Zahruddin, lurah Batu Suluh tempat dimana pantai Pegadungan berada, sementara mas Budi dan om Dodi yang akhirnya memberikan kepastian kepada kami akan menyusul, pulang ke Lampung malam itu juga.

Jalanan rusak menuju ke Batulayar

Perjalanan kembali di lanjutkan, Gerbang Teluk kiluan sudah kami lewati. Tanjakan curam yang dikenal dengan tanjakan Talang Padang menghadang di depan mata, untunglah saat kami berdua tiba kondisi tanjakan ini sudah sebagian teraspal, sehingga memudahkan kamu melewatinya. Mas Budi berkisah dulu tanjakan inilah yang paling rawan di lewati, karena terlalu panjang dan curam.

Menyeberangi sungai

Perjuangan belum usai, sungai lebar menghadang kami, untunglah saat itu sedang kering, saya tidak bisa membayangkan apa jadinya jika tiba-tiba hujan turun dan sungai itu meluap, otomatis jalanan ini akan terputus, karena memang tidak ada jembatan diatasnya. Daerah ini masuk kedalam daerah way balak.

Sebuah rumah panggung khas Sumatra berdiri megah di salah satu sisi jalan. Itu adalah rumah pak Zahruddin lurah Batu Suluh tempat dimana saya akan menginap nanti malam. Mampir sebentar untuk melapor dan meminta ijin untuk bermalam, tapi ternyata pak lurah dan ibu sedang tidak ada di rumah. Hanya seorang pemuda yang menjaga rumah pak lurah.

Menuju spot Batu layar Pegadungan

Setelah menitipkan tas carrier, mas Budi mengajak saya segera menuju ke spot Batu layar pantai Pegadungan. Pikiran saya rumah pak lurah itu sudah dekat dengan lokasi pantai ini, tapi ternyata saya salah, jalanan berliku naik turun yang curam masih menghadang saya. Motor matic saya geber untuk menaiki tanjakan yang curam dengan tebing rawan longsor di sebelah kiri dan jurang di sebelah kanan. Jalanan juga tidak rata, bekas-bekas aliran air menggerus jalanan hingga membuat kanal-kanal kecil di tengah jalan.

Setelah perjuangan itu semua sampailah kami di “pintu masuk” pantai pegadungan. Tidak ada pintu masuk sebenarnya, jika kita menemukan ribunan pohon bambu yang membentuk canopi, nah disitulah pintu masuk menuju pantai pegadunga. Ternyata perjalanan belum usai, masih lumayan perjalanan dari pintu masuk itu hingga pinggir pantai dimana tempat motor di parkir. Dan perjalanan di lanjutkan dengan trekking sekitar 300m menuju ke spot batu layar.

Batu Layar Pantai Pegadungan

Pertama melihat batu ini saya dibuat takjub. Hamparan bebatuan karang yang membentuk gugusan yang menyerupai sebuah layar perahu. Untuk menjadikannya seperti ini tentu alam membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun. Ombak-ombak besar menggempas dinding karang seolah tiada pernah henti. Sementara di sisi lain sang karang berusaha untuk kokoh meski sedikit demi sedikit tergerus olah ganas nya ombak lautan.

Saya memberanikan diri menaiki salah satu puncak batu karangnya, ternyata pemandangan dari atas sini lebih bagus dan menakjubkan. Puncak-puncak bebatuan karang itu seolah memancarkan pesona mistis namun indah. Ombak-ombak terlihat berkejaran menghempas kan seluruh kekuatannya di bebatuan karang. Sementara angin berhembus menimpali hempasan ombak di bebatuan. Cahaya sore sang surya juga sebentar lagi akan hilang. Sungguh sebuah kedamaian yang maha sempurna saya rasakan sore itu.

View dari atas batu

Om Dodi dan seorang temannya datang menghampiri kami. Jadi sore itu kami ber empat menikmtai indahnya batu layar di pantai Pegadungan ini. Sendau gurau di atas puncak salah satu batu tidak menyurutkan nyali kai untuk menikmati sunset dari sini. Pasti akan menjadi sebuah suguhan panorama alam yang menakjubkan.

Perlahan-lahan matahari mulai menghilang di ufuk barat. Bias cahaya nya memantul dengan sempurna di bebatuan. Kamera saya tak lelah mengabadikan keindahan sore itu hingga semuanya menjadi gelap dan saya harus bergegas turun untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan pulang ke rumah pak Zahruddin.



Tapi ternyata rencana tiba-tiba berubah, karena menurut keterangan mas Budi suasana pagi di batu layar ini kalah menarik bila dibandingkan dengan saat sunset. Dan melihat rute yang menantang seperti itu akhirnya saya mengurungkan niat untuk subuh-subuh kembali ke lokasi ini, alhasil saya merubah rencana ikut pulang ke Bandar Lampung bersama mas Budi dan om Dodi, tapi ternyata inilah awal dari sebuah petualangan seru itu.

Ditemani mas Budi saya kembali ke rumah pak Zahruddin untuk mengambil tas, sementara om Dodi dan temannya menunggu kami di desa terdekat. Perjalanan pulang menuju rumah pak lurah tidak lah gampang ternyata. Saya harus melewati rute terjal itu di tengah kegelapan malam. Namun akhirnya saya sampai di rumah pak Lurah. Dan kebetulan pak lurah sudah berada di rumah, sedikit berbasa-basi akhirnya kami berpamitan untuk melanjutkan perjalanan menuju Bandar Lampung.

Perjalanan pulang ini kami putuskan melewati jalur atas, karena jika lewat jalur bawah tanjakan di way balak pasti akan susah sekali di lewati pada saat malam seperti ini. Namun ternyata keputusan kami ini salah. Justru jalur atas ini lebih gila lagi tantangannya. Hingga akhirnya motornya om Dodi kempes ban, untungnya tidak terlalu jauh dari desa, dan kami masih menemukan seorang tukang tambal ban yang ternyata seorang dengan gangguan bicara dan pendengaran.

Motor om Dodi Bocor Ban
Dia telah menyelamatkan kami malam itu, hingga kami melanjutkan kembali perjalanan. Namun ada satu tanjakan “fatal” yang harus kami lewati. Masyarakat setempat saja enggan untuk melewati tanjakan itu, om Dodi pernah mengalami kejadian buruk jatuh dari motornya di tanjakan itu. Namun menurut keterangan warga akhirnya kami memilih jalan lain, sebuah tanjakan jalan setapak yang biasanya digunakan oleh warga. Disinilah “petualangan” seru itu berawal.

Jalanan setapak menanjak curam di tengah kegelapan, itulah rute yang kami lalui setelah melewati sungai berair di tengah malam. Kesialan malam itu di awali dengan mati nya lampu motor mas Budi, kemudian putusnya rantai motor om Dodi, dah dahsyatnya lagi Vario kesayangan ku juga tiba-tiba mati di tengah tanjakan. Saya membiarkan sejenak vario saya mati sambil membaca doa-doa yang saya ingat memohon pertolongan tangan tuhan di malam itu. Sambil membaca Bismillah 3x akhirnya motor mau di starter dan meraung hidup kembali.

Sementara om Budi menggunakan head lamp untuk menggantikan peran lampu motor nya yang mati. Om dodi dalam pilihan yang susah. Rantai putus di tengah tanjakan. Pilihannya adalah kembali ke desa terdekat di bawah atau mendorongnya hingga puncak ujung tanjakan yang kami sendiri tidak tau berapa jauh lagi tanjakan ini. Namun atas saran seorang penduduk lokal yang  sedang melintas sambil membawa ikan-ikan barang dagangannya, akhirnya kami memutuskan om Dodi dan temannya kembali ke desa terdekat, karena kemungkinan adanya bengkel yang bisa menyambung rantai putus itu lebih besar. Sementara saya dan Mas Budi melanjutkan perjalanan keatas dan akan menunggu om Dodi di desa terdekat.

Jalan setapak ditengah hutan
Tanjakan yang harus kami lalui ternyata masih panjang dan terjal, ditengah kegelapan malam hutan desa, saya terus memacu vario hingga kekuatan maksimalnya. Sementara motor matic saya bekerja extra keras, mulut juga tak henti-hentinya melafalkan doa untuk keselamatan kami terutama om Dodi dan rekannya. Sampai di salah satu rumah penduduk kami berhenti dan menunggu om Dodi disana. Setelah motor saya sandarkan rasanya badan ini terasa penat sekali. Tidak peduli di tengah jalan pun akhirnya saya merabahkan diri meluruskan tulang belakang.

Satu jam pertama saya masih gelisah karena tidak ada kabar dari om Dodi, menginjak hampir jam ke tiga om dodi muncul dengan senyum khasnya dan seketika itu juga rasanya plong sekali beban ini, padahal untuk mencapai Bandar Lampung masih berat juga trek yang harus kami lalui, tapi setidaknya rintangan berat ini sudah kai lalui bersama, Terima kasih Tuhan.

Akhirnya ami berkumpul kembali dan siap melanjutkan perjalanan

Nasi goreng full music bang haji Oma
Perjalanan kembali di lanjutkan, jalanan jelek masih menghadang kami, hingga akhirnya kami beristirahat di sebuah warung nasi goreng untuk mengganjal perut yang sudah mulai berontak, karena malam memang sudah hampir berganti dini hari.

Setelah semuanya kenyang perjalanan kembali di lanjutkan mengarah ke Bandar Lampung. Tepat pukul 02:00 dinihari kami sampai di kota Bandar Lampung dan saya kembali menginap di rumah om Dodi karena akan melanjutkan perjalanan menuju pulau Jawa keesokan harinya. Sungguh petualangan yang sempurna, yang memicu adrenalin ku sebagai seorang pejalan. Saatnya terlelap menggapai mimpi indah.

*** 
bersiap melanjutkan perjalanan



Ombaknya sexy di batulayar










bang haji oma di warung nasi goreng
Jembatan kayu yg harus di lewati


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar