Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi

Bookmark and Share


            Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Mengenai syarat sahnya perjanjian asuransi, sama seperti sahnya perjanjian lainnya, yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata, antara lain :
a.      Kesepakatan (consensus)
Dalam mengadakan perjanjian asuransi, maka terlebih dahulu dibuat suatu kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi :
1.      Benda yang menjadi objek asuransi;
2.      Pengalihan resiko dan pembayaran premi;
3.      Evenemen dang anti kerugian;
4.      Syarat-syarat khusus asuransi;
5.      Dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis.
Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Kewenangan (authory)
Kedua pihak antara tertanggung dan penanggung berwenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian (trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan.
c.       Objek tertentu
Objek tertentu dalam perjanjian asuransi merupakan objek atau benda yang dapat diasuransikan, objek tersebut berdasarkan pasal 1 angka 2 undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha perasuransian adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggungjawab hukum, serta semua kepentingan yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya.

d.      Kausal yang halal
Kausal yang halal berarti, isi perjanjian tersebut tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.

Objek Asuransi
Pada pasal 1 angka 2 undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha pereasuransian menyebutkan bahwa “objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggungjawab hukum serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan berkurang nilainya”.
Dari hal tersebut maka dapat pula dikatakan bahwa objek asuransi terdiri dari:
a.       Benda
b.      Jiwa manusia
c.       Hak dan kepentingan yang melekat pada benda.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar