Untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh UU sehingga diakui oleh hukum. Syarat sahnya perjanjian diatur dalm pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan syarat-syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (consensus)
Maksudnya kedua subyek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, setuju, seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity)
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata yang menyebutkan “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.
c. Suatu hal tertentu (certain subject matter)
Dalam membuat suatu perjanjian, obyek perjanjian harus tertentu atau dapat ditentukan menurut jenis barang tertentu, sedangkan untuk jumlahnya tidak perlu harus ditentukan lebih dahulu melainkan sudah cukup apabila dikemudian hari dapat dihitung dan dapat ditentukan. Hal ini diatur dalam pasal 1333 KUH Perdata yang berbunyi “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung“. Dengan demikian benda atau barang yang dapat menjadi objek perjanjian adalah benda yang sudah ada dan benda yang masih akan ada.
d. Suatu sebab yang halal (legal cause)
Yang dimaksud kausa yang halal adalah yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Menurut pasal 1320 KUH Perdata, sebab yang halal bukanlah dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian tetapi sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak karena hukum hanya melihat hal-hal konkrit. Dalam pasal 1335 KUH Perdata ditentukan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat karena sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan. Apabila dalam perjanjian terdapat sebab tidak halal maka perjanjian tersebut mutlak batal demi hukum. Dalam KUH Perdata tidak ditentukan mengenai maksud sebab yang halal akan tetapi dapat disimpulkan dari pasal 1337 KUH Perdata yang menentukan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau apabila bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Jadi suatu sebab yang halal adalah isi atau maksud perjanjian tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jika perjanjian dibuat dengan suatu sebab yang tidak halal maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar